Hujan, Kenangan, dan Imajinasi

March 10, 2021

 


Malam ini hatiku sedang sendu

Aku berharap hujan turun menemani sepiku

Namun sayangnya, tak ada lagi hujan turun dari langit itu


Hari ini pun hujan hanya sepintas lalu

Hanya membasuh debu yang menempel di atap rumahku

Dan sekarang aku rindu, pada musim hujan yang tampaknya akan segera berlalu


Rindu pada dinginnya yang membelai kulitku

Rindu pada aromanya yang menggelitik penciumanku

Rindu pada syahdunya suasana yang menenangkan kalbuku

Rindu pada setiap keping kenangan yang dibawanya bersama sang bayu


Semoga esok hujan datang menyapaku

Membasuh lukaku dan mengukir senyumku


Semalam saya menulis puisi itu sambil berharap hujan turun seperti malam-malam sebelumnya, namun hujan tak kunjung datang. Untungnya siang ini hujan datang menyapa seperti harapan saya dan mood menulis pun langsung muncul. Suasana mendung memang paling asyik untuk melakukan hal-hal yang tidak membutuhkan banyak gerakan fisik seperti menulis ini. Apalagi jika hujan datang, rasanya inspirasi bertaburan di otak saya.


"Hujan itu 1% air, 99% kenangan." Kalimat tentang hujan ini begitu populer. Entah siapa yang pertama kali mencetuskannya, tapi saya setuju dengan itu. Saat hujan turun, apalagi ditambah suasana yang sepi, biasanya berbagai kenangan akan muncul dalam benak saya. Mulai yang indah-indah hingga yang kurang menyenangkan. Dari kenangan inilah inspirasi itu muncul.


Biasanya saya paling suka menulis puisi ketika hujan datang. Suasananya selalu terasa pas untuk merangkai kata-kata puitis, romantis, atau dramatis. Walaupun belum terlalu jago membuat puisi, namun dari dulu saya suka melakukannya. Ada banyak puisi yang saya hasilkan di masa muda saya, meskipun saya lupa disimpan dimana semua puisi itu sekarang. 


Dua puisi yang saya ingat pernah saya tulis dengan judul Hujan. Puisi pertama berjudul "Sebuah Irama Kala Hujan" yang saya tulis di Multiply sekitar tahun 2009. Sayangnya saya tidak ingat lagi menyimpan dimana puisi ini. Kedua adalah puisi berjudul "Hujan Pertama" yang saya tulis di blog asrilestari.com pada tahun 2014. Puisi inilah yang menginspirasi lahirnya cerita pendek dengan judul yang sama, yang tergabung dalam buku antologi pertama saya dengan judul "Mosaik Waktu."


Buku Antologi Mosaik Waktu

Di hari-hari panas beberapa minggu kemarin aku selalu berpikir dimana dan dengan siapa aku akan melewati hujan pertamaku...
Apakah sendiri di dalam kamar...
Atau di kantor saat aku bekerja...
Atau di jalan dikelilingi orang2 tak dikenal...
Tidak ada yang tau...
Entah kenapa, buat aku menunggu hujan pertama adalah peristiwa yg sangat berkesan...
Rasanya seperti menyambut kekasih yg telah lama tidak bertemu...
Ada rindu yg begitu menggebu yg ingin segera terselesaikan...
Dan segala rinduku luruh sudah...
Bersama deras hujan malam itu...
Aku kembali utuh...

(Hujan Pertama - Asri Lestari)

Begitulah puisi asli yang menjadi inspirasi ditulisnya cerpen "Hujan Pertama". Namun saya pangkas dan edit lagi begitu masuk ke dalam cerpen. Selain terinspirasi dari puisi tersebut, cerpen ini juga wujud kenangan saya akan tempat-tempat dan suasana di Pulau Bali. Tempat yang pernah menjadi "rumah" saya selama 4 tahun lamanya. Namun untuk cerita, 100% fiksi. Hasil buah imajinasi. Ternyata hujan, kenangan, dan imajinasi bisa terangkum apik menjadi sebuah karya.


Batam, 27 Juni 2020

(Dipindahkan dari blog catatansangpemimpikecil.blogspot.com)


#RumbelMenulisIPBatam
#RulisKompakan
#KomunitasIPBatam

You Might Also Like

0 komentar