Napak Tilas Pantai-Pantai Bersejarah di Pulau Bali

July 17, 2020

Sebagai pecinta pasir, ombak, dan senja di batas cakrawala, setidaknya saya ingin memperkenalkan hal yang saya cintai kepada anak saya, siapa tahu nantinya kami bisa memiliki kecintaan yang sama. Akan tetapi tinggal di Kota Bandung yang jauh dari laut membuat saya kesulitan mewujudkan mimpi itu. Sampai pada akhirnya kami memutuskan untuk berkunjung ke Bali pada tanggal 13-17 Februari 2018 dalam rangka liburan sekaligus menghadiri pernikahan sepupu.


Dari sinilah rencana-rencana mulai saya susun. Misi saya ada napak tilas pantai-pantai bersejarah dalam hidup saya, sekaligus mengenalkan keindahan dan keasyikan pantai kepada anak saya. Ada empat pantai yang ingin saya kunjungi, yaitu Pantai Kuta, Pantai Balangan, Pantai Pandawa, dan Pantai Nusa Dua. Pantai-pantai itu saya pilih karena medannya yang mudah ditaklukkan meskipun membawa balita, juga sejalur dengan rumah saudara saya. Sayangnya kenyataan tak seindah rencana, karena cuaca yang kurang bersahabat, beberapa tempat kami batalkan untuk dikunjungi.


Jadi pantai apa saja yang berhasil saya perkenalkan kepada Yoshi? Tetap ada 4 pantai yang kami kunjungi seperti rencana. Hanya saja salah satunya berpindah lokasi, dari Pantai Balangan bergeser menjadi Pantai Jerman. Namun setidaknya misi saya memperkenalkan pantai kepada Yoshi bisa dikatakan sukses. Dari yang awalnya takut menyentuh air di pantai pertama, sampai akhirnya tidak mau keluar dari air di pantai terakhir. Ternyata menikmati pantai sebelum dan sesudah mempunyai anak itu rasanya berbeda.


Pantai Kuta


Pantai Kuta adalah pantai pertama yang kami kunjungi begitu sampai di Pulau Bali. Pantai ini bukan pantai favorit saya, namun pantai ini menyimpan banyak sekali kenangan semenjak saya masih kecil hingga dewasa. Baik kenangan bersama keluarga, teman hingga sang suami yang saat itu masih berstatus pacar. Karena itulah pantai ini menjadi salah satu pantai bersejarah yang wajib saya kunjungi serta perkenalkan kepada anak.

Senja di Pantai Kuta Sore Itu

Pada hari pertama, setelah menyimpan barang-barang di hotel dan beristirahat sejenak, kami pun meluncur menuju Pantai Kuta untuk menikmati sunset. Namun sayangnya dalam perjalan menuju kesana, Yoshi malah tertidur. Bahkan sampai kami selesai berjalan-jalan ke Beachwalk pun dia masih lelap dalam gendongan saya. Dia baru bangun ketika kami berhenti di tempat makan. Padahal saya ingin memperlihatkan senja di pantai kepadanya karena biasanya di rumah dia suka melihat matahari terbenam. Akhirnya kami putuskan untuk kembali esok harinya.

Yoshi Lelap Dalam Gendongan

Keesokan harinya, kami pergi ke pantai di pagi hari. Setelah berkunjung ke Pantai Jerman, kami kembali menuju Pantai Kuta. Namun ditengah perjalanan titik-titik air hujan mulai berjatuhan, dan semakin besar begitu kami tiba di lokasi. Kami pun memutuskan untuk makan terlebih dahulu di KFC Kuta Bex. Ternyata hujannya awet. Kami terjebak selama kurang lebih 3 jam hingga nyaris tengah hari. Sayang Pantai Kuta kini berpagar, kalau tidak kami bisa makan ayam sambil menikmati indahnya pantai di tengah hujan deras. Sekali lagi Yoshi gagal bersapa dengan Pantai Kuta.


Kami tidak menyerah sampai disana. Di hari ketiga kami kembali menuju Pantai Kuta. Kali ini personilnya bertambah satu orang yaitu Bapak saya. Kami sempat bermain pasir sejenak sebelum akhirnya hujan kembali mengguyur. Kami pun masuk ke restoran Pizza Hut terdekat karena tidak ada tempat berteduh. Sekali lagi kami terjebak hujan di Pantai Kuta. Namun setidaknya Yoshi sudah berhasil bersapa dengan salah satu pantai bersejarah dalam hidup mamanya.

Akhirnya Bersapa Dengan Pantai Kuta


Pantai Jerman


Sebetulnya pantai ini tidak masuk ke dalam daftar kunjungan. Bahkan hari itu adalah kunjungan pertama saya ke pantai ini. Namun karena hari sebelumnya gagal mempertemukan Yoshi dengan Pantai Kuta, saya memilih pantai yang tampaknya tidak terlalu ramai untuk momen pertamanya. Berbekal google map, kami pun berhasil menemukan pantai yang hanya pernah saya dengar namanya dari sepupu saya itu. 


Pantainya sangat sepi, hanya tampak segerombolan anak sekolah yang sepertinya sedang berolahraga bersama gurunya, dan beberapa orang yang sedang menyapu atau membersihkan pantai. Sepertinya saat itu di Indonesia sedang musim angin kencang. Di Bandung sebelum kami berangkat pun sedang musim angin kencang, ternyata di pantai lebih kencang lagi, apalagi saat pagi hari. Akhirnya Yoshi bermain di pantai sambil memakai jaket.

Yoshi Asyik Bermain Pasir

Begitu sampai Yoshi hanya mau bermain pasir dan tidak mau menyentuh air, namun saya merayunya dan dia pun mau mencoba. Meskipun sambil saya gendong, akhirnya kakinya menyentuh air laut untuk pertama kalinya. Awalnya dia takut, namun semakin lama semakin menikmati. Dia tertawa setiap kakinya bersentuhan dengan air.

Pertama Kali Bersentuhan Dengan Laut

Melihat Yoshi mulai suka, kami memutuskan untuk berpindah ke Pantai Kuta yang lebih besar. Namun seperti yang saya ceritakan di atas, pada hari kedua ini, Yoshi masih gagal berkenalan dengan Pantai Kuta.


Pantai Pandawa


Pantai Pandawa ini baru dibuka saat saya sudah bekerja di Bali. Sekitar tahun 2012 atau 2013. Pantai ini sama seperti Pantai Kuta, banyak menyimpan kenangan, baik bersama keluarga, teman maupun pacar. Dari masih pembangunan akses jalan, saya sudah sering berkunjung kesana bersama suami (yang saat itu masih pacar). Karena belum bisa turun ke pantai, kami hanya menikmati pemandangan laut biru dari atas tebing. Indah sekali. Bahkan sketsa yang kami pasang saat pernikahan adalah foto kami di pantai ini.

Kami Dalam Sketsa

Saya pertama kali berkunjung ke pantai ini setelah akses jadi adalah bersama Bu Amel, salah satu rekan kerja saya di kantor (Bos lebih tepatnya). Saat itu pantai ini masih sepi. Masih ada rumah-rumah nelayan dan rumput laut yang dijemur di sepanjang garis pantai. Sepertinya dulunya pantai ini adalah tempat budidaya rumput laut sebelum akhirnya menjadi pantai wisata.

Pantai Pandawa Sebelum Menjadi Pantai Wisata

Kami mengunjungi pantai ini pada hari ketiga, setelah kunjungan kami ke Pantai Kuta yang berakhir terjebak di Pizza Hut. Untunglah kami sudah checkout kamar hotel dan barang-barang kami sudah dijemput oleh saudara saya di pagi hari, sehingga selepas dari Pantai Kuta kami bisa langsung menuju Pantai Pandawa. Namun sebelumnya kami mampir terlebih dahulu ke kawasan GWK (Garuda Wisnu Kencana) untuk bertemu dengan teman suami. Sebetulnya kami berencana masuk melihat patung yang sedang dibangun, namun karena hari sudah sore kami membatalkan rencana tersebut (efek terjebak hujan jadi jadwal mundur semua).


Selepas dari GWK, dalam perjalanan menuju Pantai Pandawa, saya melewati tempat kerja dan proyek pertama saya, yaitu Hotel Harris Jimbaran atau The Jimbaran View. Dimana saya pertama kali bertemu, kenal dan dekat dengan suami yang merupakan rekan kerja. Sayangnya hotel tersebut sudah tidak beroperasi lagi. Kabarnya hotel tersebut sedang dirundung masalah.


Baiklah kembali ke perjalan kami ke Pantai Pandawa. Di pantai ini Yoshi tampak lebih nyaman. Begitu datang, dia tidak menolak ketika diajak masuk ke dalam air, bahkan terendam hingga sebatas paha. Gelombang di pantai ini cenderung kecil, karena di tengah seperti ada pemecah gelombang, sehingga tidak terlalu was-was jika membawa anak kecil. Tapi tentu saja Yoshi belum bisa dilepas seorang diri, apalagi ini masih tahap awal dia mengenal pantai.

Pertama Kali Masuk ke Dalam Air

Setelah puas berjalan-jalan di dalam air, dia mengumpulkan batu-batu karang kecil dan melempar-lemparnya ke dalam air. Melempar memang salah satu kegiatan favoritnya. Untung saja sore itu tidak terlalu ramai dan tidak hujan, sehingga kami bisa bermain dengan bebas. Agenda bersenang-senang di pantai ini ditutup dengan bermain pasir, lalu pulang menuju rumah Budhe di Nusa Dua.

Mengumpulkan Batu dan Bermain Pasir


Pantai Nusa Dua (Garden of Hope)


Pantai ini sudah banyak saya ulas dalam tulisan saya sebelumnya yang berjudul "Garden of Hope Nusa Dua, Bali". Alasan kenapa pantai ini bersejarah bagi saya bisa dibaca disana. Kami mengunjungi pantai ini pada hari keempat kunjungan kami di Bali. Setelah acara akad nikah usai, sore harinya kami bermain dan menikmati matahari terbenam di sana. Meskipun tidak seindah matahari terbenam di pantai lainnya, setidaknya Yoshi berhasil melihat matahari terbenam di pantai yang ada di Pulau Bali.

Senja di Pantai Nusa Dua

Di pantai ini Yoshi terlihat sudah tidak takut lagi dengan air. Apalagi kami datang saat air laut sedang surut, sehingga pantai ini hanya tampak seperti kolam yang tenang. Sangat cocok untuk anak-anak. Disini, Yoshi bahkan berani duduk di dalam air. Dia mengambil satu kulit kerang dan digunakan seperti sendok untuk mengambil pasir dari dalam air. Senang sekali dia bermain hingga menolak pulang. Kami baru beranjak dari dalam air saat hari mulai gelap. Sebelum pulang kami terlebih dahulu menikmati pertunjukan barongsai yang berkeliling dari satu restoran ke restoran lain di pinggir pantai itu. 

Sampai Duduk dan Menolak Pulang

Sungguh pengalaman yang menyenangkan bagi Yoshi maupun kami orang tuanya. Napak tilas kami, meski tidak terlaksana 100%, namun masih cukup mengobati kerinduan kami akan Pulau Bali. Apalagi misi saya memperkenalkan pantai kepada Yoshi terbilang cukup sukses. Liburan itu akan menjadi salah satu pengalaman bersama anak yang tak terlupakan bagi kami orang tuanya. Ya, hanya bagi kami, karena Yoshi saat ini sudah lupa perjalanan itu. Setidaknya sesekali kami masih melihat-lihat foto dan video dari perjalanan ini, dan mulai mengenangnya bersama Yoshi yang hanya menertawakan video-video lucunya.

You Might Also Like

2 komentar

  1. Waahh.. Aku malah baru tau ada pantai Jerman 😍😍😍

    Terimakasih infonya mba Asri. Jadi kangen ke Bali 😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku udh lama dengar namanya dari sepupuku dari jaman masih sekolah dl. Pantai tempat dia olahraga dan latihan bela diri. Tp baru kesana pas udh ada Yoshi. Biasa aja sih emang pantainya dibanding pantai2 lain.

      Delete