Wisata Budaya dan Sejarah di Pulau Penyengat

December 31, 2021


Pulau Penyengat adalah sebuah pulau kecil yang masih masuk dalam wilayah Kota Tanjungpinang. Luasnya hanya sekitar 2 km².  Saya berkunjung kesana akhir tahun 2020 yang lalu, destinasi pertama yang kami kunjungi begitu sampai di Pulau Bintan. Pulau ini merupakan tujuan wisata sejarah yang harus dimasukkan ke dalam daftar kunjungan jika jalan-jalan Kota Tanjungpinang.


Baca juga: Perjalanan 4 Hari 3 Malam di Pulau Bintan


Perjalanan Menuju Pulau Penyengat

Untuk sampai ke pulau penyengat, pengunjung bisa menaiki kapal kayu bermotor yang sering disebut pompong dari dermaga penyeberangan Pulau Penyengat. Lokasi dermaga ini tidak jauh dari Pelabuhan Sri Bintan Pura, Kota Tanjungpinang. Hanya butuh berkendara sekitar 10 menit untuk sampai disana jika kondisi tidak macet.

Pelabuhan penyebrangan Pulau Penyengat
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Pompong yang digunakan untuk menyeberang bisa dinaiki beramai-ramai dengan tarif Rp 7000,00/orang atau disewa per kapal dengan tarif Rp 100.000,00. Waktu tempuh penyebrangan menuju pulau penyengat sekali jalan sekitar 15 menit. Meskipun hanya 15 menit, namun saya tetap merasa perjalanan saya menyeberang ke pulau tersebut terasa lama karena ombak cukup besar dan membuat saya berdebar. Apalagi saat hampir mencapai pulau, gelombang terasa semakin kencang menghantam kapal. Bagi orang seperti saya yang tidak bisa berenang, skenario kapal terbalik tentu sangat menakutkan.

Kapal motor atau pompong
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Kami di atas kapal
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Setelah turun dari kapal, kami berjalan menuju gerbang pulau yang saat itu jalanannya sedang dalam proses perbaikan. Begitu memasuki gerbang, kami disambut sebuah masjid berwarna kuning yang bernama Masjid Raya Sultan Riau. Masjid ini merupakan salah satu tujuan wisata yang terkenal di pulau ini, pulau yang terkenal dengan wisata religinya. Sayangnya saya tidak sempat masuk kesana pada kunjungan kami setahun yang lalu.

Dermaga di Pulau Penyengat
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gerbang Pulau Penyengat
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Berkeliling Pulau dengan Becak Motor

Di depan Masjid Raya Sultan Riau banyak terparkir becak motor. Ternyata becak tersebut bisa disewa untuk berkeliling pulau. Saya lupa tarif sewanya, tapi disana tarif tertulis dengan jelas sehingga semua pengendara memiliki tarif yang seragam. Tidak perlu takut adanya permainan tarif.

Masjid Raya Sultan Raya
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Karena panas matahari hari itu cukup terik, kami pun memutuskan untuk menyewa becak motor untuk berkeliling pulau. Sebetulnya selain bisa ditempuh dengan becak motor, berkeliling pulau juga bisa dilakukan dengan naik sepeda atau berjalan kaki. Namun pilihan berjalan kaki ini tidak saya sarankan bagi anda yang hanya “mampir’ sejenak ke pulau ini karena menurut saya pulau ini cukup luas untuk dikelilingi dengan berjalan kaki.

Becak motor
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Berkeliling pulau dengan becak motor cukup menyenangkan. Angin yang berhembus saat kami melaju melewati perkampungan penduduk membawa sedikit udara segar di tengah teriknya matahari. Padahal saat itu waktu belum juga pukul 10.00 WIB. Entah kenapa panas matahari sudah seterik itu. Panasnya hampir sama seperti tengah hari.


Baca juga: Kado Ulang Tahun yang Indah - Petualangan di Nusa Lembongan


Setelah berkendara selama beberapa menit, akhirnya becak motor kami berhenti di pemberhentian pertama. Tempat tersebut adalah sebuah komplek pemakaman. Di dalamnya ada makam raja, permaisuri, dan beberapa pejabat kerajaan lainnya. Ada juga makam pahlawan nasional Raja Ali Haji, yang merupakan pahlawan nasional di bidang bahasa. Memang selain sebagai tempat wisata alam dan budaya, pulau ini juga menjadi tempat berziarah, mengenang Kerajaan Riau di masa lampau.

Komplek makam Engku Putri dan Raja Ali Haji
(Sumber: Dokumentasi pribadi)


Di pemberhentian pertama ini saya hanya mengintip sejenak ke dalam bangunan makam dan mengambil beberapa foto. Begitu pula di pemberhentian berikutnya, yaitu komplek makam Raja Jakfar. Saya malah tidak ikut masuk ke dalam dan hanya berdiam di becak motor bersama si kecil yang sepertinya mabuk laut dan kepanasan. Bagi saya berdiam diri lama di makam memang kurang menyenangkan.

Komplek makam Raja Jakfar
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Selang 15-20 menit kemudian, kami melanjutkan perjalanan ke titik berikutnya. Kali ini kami berhenti di sebuah bangunan rumah panggung khas melayu yang bernama Perigi Tua 8. Bangunan ini berfungsi sebagai balai adat yang digunakan untuk menyambut tamu atau perjamuan di acara-acara penting.

Perigi Tua 8
(Sumber: Dokumentasi pribadi)


Di seberang balai adat ini terdapat semacam pelataran luas dengan pemandangan laut yang indah. Tentu saja keindahan itu membuat saya menunda untuk masuk ke bangunan balai adat. Apalagi anak-anak juga langsung girang melihat halaman luas tersebut. Mereka langsung berlarian dan berkejar-kejaran di sana. Sembari menemani anak-anak bermain, saya juga menyempatkan mengambil beberapa foto untuk mengabadikan keindahan laut biru di depan mata.

Pelataran di seberang balai adat
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Pemandangan laut dari pelataran
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Setelah puas bermain dan matahari semakin terik, barulah kami masuk ke dalam bangunan balai adat. Bangunan itu terbuat dari kayu. Di dalamnya ada spot-spot menarik yang bisa dijadikan tempat foto seperti singgasana kerajaan yang persis berada di seberang ruangan depan pintu. Di balai ini pengunjung juga bisa menyewa baju tradisional melayu yang semakin melengkapi nuansa melayu saat ingin berfoto.

Bagian dalam balai adat Pulau Penyengat
(Sumber: Dokumentasi pribadi)


Akhir Perjalanan

Perjalanan kami berakhir di sana. Sebetulnya masih ada tempat-tempat yang belum kami kunjungi seperti  kompleks Istana Kantor dan benteng pertahanan di Bukit Kursi. Namun karena hari semakin siang dan kami mulai lapar, akhirnya kami kembali ke depan masjid untuk selanjutnya menyeberang kembali ke kota Tanjungpinang.


Baca juga: The Anmon Resort, Staycation Seru di Teepee ala Indian


Awalnya kami berencana makan siang sekaligus salat duhur di Pulau Penyengat. Namun karena waktu salat masih lebih dari 30 menit lagi dan teman saya menyarankan untuk makan sembari perjalanan ke Lagoi, maka kami pun batal menghabiskan siang di pulau ini.


Meskipun kunjungan kami di pulau ini hanya sebentar saja, namun pulau itu meninggalkan kesan yang baik di hati saya. Sebuah pulau kecil yang tenang, dengan pemandangan laut biru yang indah tentu tidak akan mudah dilupakan bukan?

You Might Also Like

0 komentar