Tanpa Jarum, Tanpa Trauma: Pengalaman Khitan di Mahir Sunat
February 23, 2025Khitan bagi anak laki-laki bukan sekadar prosedur medis. Di banyak keluarga, termasuk keluarga kami, momen ini adalah simbol transisi—sebuah langkah penting menuju kedewasaan. Bagi saya dan suami, khitan adalah salah satu fase tumbuh kembang anak yang akan selalu dikenang.
Dua bulan telah berlalu sejak hari penting itu. Meski sudah berselang bulan, kenangan tentang hari itu masih terekam jelas dalam ingatan. Mulai dari proses mencari tempat sunat yang nyaman dan terpercaya, rasa was-was menjelang hari H, momen mendebarkan saat mendampingi anak masuk ruang tindakan, hingga senyum lega kami saat semua proses berjalan lancar.
Lewat tulisan ini, saya ingin berbagi cerita tentang khitan anak pertama kami. Semoga pengalaman ini bisa menjadi referensi dan penguat hati bagi para orang tua yang tengah bersiap menghadapi momen serupa.
Selamat membaca!
Pencarian Tempat Khitan
Setiap kali membahas tentang khitan, anak sulung saya selalu mengatakan bahwa ia mau dikhitan ketika berusia 8 tahun. Menjelang akhir tahun kemarin, usianya yang ke-8 hampir usai. Maka, saya pun mulai menagih janjinya. Awalnya, tentu saja ada sedikit penolakan dan tarik-ulur. Tapi di bulan November, akhirnya ia setuju untuk dikhitan saat libur sekolah.
Tanpa menunda waktu, saya segera mencari informasi ke beberapa tempat khitan yang direkomendasikan oleh teman dan saudara. Saya juga mempertimbangkan beberapa klinik yang saya dapat dari media sosial. Tentu saja, semuanya harus dilakukan secepat mungkin sebelum ia berubah pikiran.
Meskipun saya sudah mengantongi beberapa informasi dan sudah punya beberapa kandidat, saya tetap melibatkan si sulung dalam proses ini. Kami berdua mencari bersama di Instagram klinik-klinik sunat yang ada di Bandung, lalu kami membuka satu per satu akun Instagram klinik yang muncul, membahas jarak tempuh dari rumah, bahkan membaca ulasan Google Maps. Saya ingin ia merasa dilibatkan dan punya kendali atas pilihan yang sangat personal ini.
Baca juga: Drama Hamil Kembar di Usia 30-an
Dari semua opsi, pilihannya jatuh pada Mahir Sunat. Selain alasan waktu perjalanan yang singkat dan ada playground, alasannya utama dia memilih klinik itu adalah prosedur bius tanpa jarum, yang membuatnya merasa lebih tenang.
Saya pun menyetujui pilihannya. Kebetulan sebelumnya saya juga sudah mencari informasi dan tertarik dengan klinik ini. Tidak hanya karena punya teknologi bius tanpa jarum, tapi juga sesuai dengan anggaran keluarga kami. Lokasinya cukup dekat, dan reputasinya pun baik.
Keesokan harinya, saya langsung menghubungi klinik dan memesan jadwal untuk awal liburan sekolah—tepat sehari setelah pembagian rapor. Rasanya seperti mencentang satu tugas besar dalam daftar panjang sebagai orang tua.
Proses pencarian ini mengingatkan saya bahwa khitan bukan hanya soal tindakan medis. Ini juga tentang membangun kepercayaan, menghormati ketakutan anak, dan mengajaknya mengambil keputusan bersama. Karena dalam setiap langkah menuju dewasa, dukungan orang tua adalah pijakan yang tak tergantikan.
Pengalaman Khitan di Mahir Sunat
Tanggal 22 Desember 2024 menjadi salah satu hari yang tak akan kami lupakan. Ya, hari itu adalah momen penting bagi si sulung: hari khitan yang ditunggu-tunggu. Pagi itu, kami berangkat berlima—saya, suami, ibu, dan kedua anak kami. Sebelum berangkat, dengan hati berdebar, saya berdoa agar semua berjalan lancar.
Sesampainya di Mahir Sunat, kami langsung disambut suasana klinik yang, meskipun tidak besar, cukup nyaman dan ramah anak. Saya dan ibu menuju meja resepsionis untuk menyelesaikan administrasi, sementara suami menemani anak-anak bermain di mini playground yang tersedia di ruang tunggu. Sebuah fasilitas kecil, tapi sangat membantu meredakan ketegangan anak.
![]() |
Situasi Klinik Mahir Sunat (Sumber: Dokumentasi Pribadi) |
Kami datang lebih awal dari jadwal, jadi harus menunggu sekitar 30 menit. Sejak malam sebelumnya, si sulung sudah tampak tegang. Sepanjang perjalanan, ia terus mengatakan bahwa ia merasa takut.
Hingga akhirnya, sesaat sebelum masuk ke ruang tindakan, ia melihat banner bertuliskan “Bius tanpa suntik” di dekat pintu masuk. Sejak saat itu, wajahnya mulai rileks. Rupanya, sejak kemarin ia merasa tegang karena takut disuntik. Ia lupa bahwa klinik ini menggunakan teknologi bius tanpa jarum suntik.
Setibanya di dalam ruang khitan, dokter menyambut kami dengan ramah. Saya bisa melihat bahwa dokter dan timnya sangat terlatih dalam menghadapi anak-anak. Mereka menjelaskan langkah-langkah prosedur dengan bahasa yang sederhana dan nada bersahabat. Hal itu sangat membantu si sulung untuk merasa nyaman dan kooperatif.
![]() |
Di Ruang Tindakan (Sumber: Dokumentasi Pribadi) |
Selama proses khitan, saya, suami, dan si bungsu ikut menemani di dalam ruangan, sementara ibu memilih menunggu di ruang tunggu. Meski berada di dalam, saya tidak berani melihat prosesnya karena takut melihat darah. Saya hanya menunggu dengan tenang sampai semuanya selesai, lalu baru melihat hasil akhirnya.
Dan hasilnya sungguh di luar bayangan saya—rapi, bersih, tanpa bercak darah sama sekali. Jujur, saya sempat heran. Ini pengalaman pertama saya menyaksikan hasil khitan secara langsung. Dulu, saat adik-adik saya dikhitan, saya tidak pernah berani ikut melihat.
Paket yang kami pilih kemarin adalah paket dengan metode Mahir Bipolar Sealer, yaitu teknik terbaru yang memadukan teknologi bipolar cauter, klamp, dan sealer. Teknik ini digadang-gadang lebih presisi dan meminimalkan risiko perdarahan dibanding metode sealer biasa.
Untuk biusnya sendiri, digunakan alat bernama FNI (Fast Needleless Injector), yaitu perangkat semprot bertekanan tinggi yang mengalirkan cairan bius ke dalam jaringan kulit tanpa jarum. Teknik ini diklaim dapat mengurangi rasa nyeri dibandingkan bius menggunakan jarum suntik. Si sulung pun mengonfirmasi bahwa ia tidak merasakan sakit sama sekali. Hanya saat awal penyemprotan bius, ada sedikit rasa kaget.
![]() |
Isi tas yang diberikan (Sumber: Dokumentasi Pribadi) |
Usai prosedur, ia dipakaikan celana khusus sunat—semacam celana dalam dengan pelindung (batok) di bagian depan. Klinik juga memberikan tas berisi perlengkapan seperti obat-obatan, celana batok cadangan, handuk, sertifikat, tumbler, dan mainan mobil-mobilan sebagai hadiah. Hal kecil yang sangat berarti bagi anak-anak.
![]() |
Mobil Mainan (Sumber: Dokumentasi Pribadi) |
Sebelum pulang, kami menyempatkan diri berfoto di ruang tunggu. Foto tersebut langsung dicetak dan diberikan kepada kami sebagai kenang-kenangan. Setelah itu, saya kembali ke resepsionis untuk menyelesaikan administrasi. Ada biaya tambahan Rp100.000 karena terdapat sedikit penyulit saat tindakan, namun menurut saya, semuanya sepadan dengan layanan dan ketenangan yang diberikan.
![]() |
Foto kenang-kenangan (Sumber: Dokumentasi Pribadi) |
Kami pun pulang dengan rasa lega. Tindakan sudah selesai, tinggal fokus pada proses pemulihan. Dan yang paling penting, si sulung melewati hari besarnya dengan penuh keberanian. Tanpa tangis, tanpa trauma.
Masa Pemulihan Pasca Khitan
Hari pertama setelah si sulung menjalani khitan, kami mulai memasuki fase penuh kehati-hatian. Petunjuk dari petugas medis cukup jelas: batasi aktivitas fisik, perbanyak posisi berbaring, dan hanya berjalan jika benar-benar perlu—seperti saat hendak ke toilet.
Ada banyak larangan yang harus dipatuhi demi mencegah keluarnya darah dari luka khitan. Anak saya tidak boleh loncat, berlari, menggaruk area kelamin, atau terlalu sering menggerakkan batok (pelindung luka). Semua itu bisa memicu perdarahan ulang, apalagi di hari-hari pertama yang masih rawan.
Satu hal lagi yang cukup menantang: selama 24 jam pertama, area penis benar-benar tidak boleh terkena air. Saat buang air kecil pun harus berhati-hati agar tidak belepotan, dan setelahnya cukup ditepuk-tepuk dengan tisu kering. Rasa deg-degan dan ngerinya sungguh terasa setiap saya harus membersihkannya, sehingga saya butuh fokus saat melakukannya. Untunglah ada ibu yang bisa menemani si bungsu saat saya harus merawat kakaknya.
Selain itu, selama 10 hari ke depan, si sulung tidak diperbolehkan berendam. Aktivitas berat seperti olahraga atau upacara juga harus dihindari hingga hari ke-14. Syukurlah, semua ini terjadi saat libur sekolah, jadi kami tak perlu repot mengurus izin atau menjelaskan pada pihak sekolah.
Saya juga mendapat anjuran untuk memperbanyak pemberian makanan berprotein tinggi seperti daging, telur, dan susu. Nutrisi ini sangat membantu mempercepat proses pemulihan luka.
Tak kalah penting, kebersihan di sekitar area khitan juga harus dijaga. Celana dalam harus diganti minimal dua kali sehari. Tentu saja celana dalam dari klinik saja tidak cukup. Untunglah sebelum khitan saya sudah membeli celana khitan tambahan. Bagi yang sedang mencari celana dalam khitan, bisa beli di sini. Bahannya halus, nyaman dan tidak gerah.
Mengikuti anjuran dokter, sepulang dari klinik si sulung langsung beristirahat total. Hari itu dia hanya rebahan di kamar, bahkan saat kakek dan neneknya datang menjenguk pun, ia tetap memilih untuk tidak ke luar kamar. Hanya saat ingin buang air kecil saja ia berjalan pelan ke kamar mandi. Sisanya, benar-benar minim gerak.
Tapi keesokan paginya, saya sempat dibuat panik. Saat menemaninya ke toilet, saya mendapati ada bercak darah kering di celana dalamnya dan sedikit pada area bekas khitan. Pikiran saya langsung kemana-mana. Malam sebelumnya, setelah ia buang air kecil, kondisinya masih bersih dan kering—tidak ada tanda-tanda perdarahan sama sekali. Dugaan saya, darah itu keluar saat ia tidur, kemungkinan karena batok pelindungnya bergeser saat ia bergerak-gerak dalam tidur.
Segera saya konsultasi lewat WhatsApp ke petugas dari klinik. Untungnya, responnya cepat. Setelah saya jelaskan bahwa tidak ada lagi darah segar, hanya sisa darah kering, petugas menenangkan saya. Katanya, itu hal yang wajar. Sisa darah cukup dibersihkan, tentunya dengan hati-hati dan tidak menyentuh langsung area bekas luka. Hari itu juga, anak saya sudah mulai boleh memakai obat semprot untuk mempercepat proses penyembuhan.
Namun, ia masih belum boleh terkena air sampai keesokan harinya. Padahal secara teori, setelah 24 jam pasca khitan dan tidak ada keluhan, mandi sebenarnya sudah diperbolehkan. Tapi kami memilih berhati-hati. Menunda satu hari lagi rasanya lebih bijak ketimbang mengambil risiko.
Pengalaman pagi itu mengajarkan saya satu hal: dalam proses penyembuhan anak, akan selalu ada kemungkinan kejutan kecil yang menguji kesiapan dan ketenangan kita sebagai orang tua. Untungnya, teknologi seperti WhatsApp membuat kami bisa cepat bertanya dan mendapatkan kepastian tanpa harus kembali ke klinik.
Hari keenam pasca khitan, luka si sulung mulai terlihat mengering dan mengelupas. Sejak hari ketiga, ia sudah mulai mandi seperti biasa. Walaupun begitu, ia masih sering mengeluh tidak nyaman saat air menyentuh area kelamin. Air hangat pun terasa panas, mungkin karena kulitnya yang baru saja terkelupas dan masih beradaptasi. Tapi secara keseluruhan, proses pemulihannya berjalan baik.
Aktivitas fisik ringan pun sudah mulai dilakukan. Kami bahkan sempat jalan-jalan sebentar ke kafe terdekat. Walau langkahnya masih agak canggung dan jalannya terlihat lucu karena merasa geli, tapi itu justru jadi momen yang membuat kami tertawa bersama.
Baca juga: Liburan Sekolah ke Malang Raya (Bagian 1)
Memasuki hari kesepuluh, si sulung mulai menjalani terapi berendam air hangat selama 10 menit setiap hari. Setelah itu, area bekas khitan diolesi minyak tiga kali sehari untuk membantu melunakkan dan membersihkan kerak yang masih menempel. Obat semprot sudah tidak diperlukan lagi, dan celana batok juga sudah boleh dilepas. Tapi, seperti dugaan saya, dia masih belum mau karena merasa geli saat kulitnya bersentuhan langsung dengan kain.
Hari ke-16 menjadi penutup dari rangkaian proses panjang ini. Dokter menyatakan luka sunatnya telah sembuh total. Alhamdulillah, semuanya berjalan lancar. Tidak ada keluhan nyeri berlebihan, tidak ada tangisan atau rengekan seperti yang sering saya khawatirkan. Katanya hanya sempat terasa panas di hari pertama, itu pun masih bisa ditoleransi.
Sebagai ibu, melihat anak melewati proses ini dengan tenang dan berani tentu jadi kebahagiaan tersendiri. Terima kasih ya, Nak, sudah jadi anak hebat.
Terima Kasih, Mahir Sunat
Kami bersyukur dipertemukan dengan Mahir Sunat, tempat yang akhirnya kami pilih untuk melakukan prosedur khitan anak pertama kami. Tidak hanya profesional, tim di sana juga sangat ramah dan suportif—membuat pengalaman pertama ini menjadi jauh lebih tenang dan menyenangkan bagi anak (dan tentu saja, bagi kami sebagai orang tua).
Buat kalian yang sedang mencari tempat khitan yang ramah anak dan profesional, saya sangat merekomendasikan Mahir Sunat. Selain pelayanan medisnya yang memuaskan, suasana kliniknya juga dibuat nyaman untuk anak dan orang tua. Bayangan tentang proses khitan yang penuh tangisan dan ketegangan sama sekali tidak terjadi di sana.
Bagi yang ingin tahu lebih banyak tentang Mahir Sunat, kalian bisa langsung mengunjungi akun Instagram mereka atau datang ke kliniknya yang beralamat di Jl. Margacinta No.4, Cijaura, Kec. Buahbatu, Kota Bandung, Jawa Barat.
Terima kasih, Mahir Sunat, sudah membantu kami melewati salah satu momen penting dalam hidup anak kami dengan baik. Semoga pengalaman ini juga bisa membantu orang tua lain yang sedang mempersiapkan proses khitan untuk anaknya.
0 komentar